Menelisik Sejarah Kebudayaan Jawa dari Masa ke Masa

Budaya Jawa hadir sebagai salah satu bentuk adanya peradaban yang besar. Penganutnya adalah masyarakat yang ada di Jawa Timur, Yogyakarta, serta Jawa Tengah. Sejarah kebudayaan Jawa pun sangat menarik untuk dibahas.

Bagaimana tidak, kebudayaan Jawa terus berkembang hingga sampai sekarang dinikmati oleh generasi modern. Membahas sejarahnya tentu sangat asik. Ini dia ulasan selengkapnya untuk sejarah kebudayaan Jawa.

Mengenal Sejarah Kebudayaan Jawa

Kebudayaan Jawa sudah ada bahkan sejak tahun 456 sebelum Masehi. Tentunya agar lebih bisa dekat kebudayaan lokal, ada baiknya untuk mengenali seluk-beluk kebudayaan ini. Berikut ulasannya.

  1. Terbagi Menjadi Tiga

Secara garis besar, kebudayaan Jawa dibagi ke dalam tiga macam. Budaya Jawa Banyumasan, budaya Jawa Timuran, dan budaya Jawa Tengahan merupakan tiga macam basis pembagian kebudayaan ini. Selain itu, budaya Jawa juga bisa sampai luar negeri.

Hal ini disebabkan ketika zaman penjajahan, banyak orang Jawa yang dipaksa pergi ke beberapa negara seperti Suriname dan Madagaskar untuk dipekerjakan paksa. Alih-alih kembali ke kampung halaman, para pekerja ini akhirnya membangun koloni dan turun-temurun membentuk kebudayaan.

  1. Masa Jawa Kuno

Kebudayaan Jawa di era sebelum Mataram Islam sangat kental dengan perpaduan Hindu-Budha. Hal ini disebabkan oleh kontak langsung dengan pedagang dari India. Lahirnya budaya Jawa umumnya digambarkan di kawasan Dataran Kedu serta Kewu Gunung Merapi.

Wangsa Sajaya serta Syailendra yang merupakan penguasa Mataram Kuno sangat berpengaruh dalam pembentukan kebudayaan. Pengaruh kerajaan Hindu-Budha ini memberikan peninggalan kebudayaan berupa prasasti, candi, hingga lontar.

  1. Masa Kesultanan Islam

Pasca Majapahit runtuh, kesultanan Islam semakin menggeliat penyebarannya di tanah Jawa. Hal ini pun berpengaruh pada berubahnya beberapa kebudayaan Jawa. Misalnya Kalender Saka yang sebelumnya digunakan diganti menjadi Kalender Hijriah.  Selain itu, dakwah Wali Songo juga berperan besar dalam pembentukan kebudayaan.

Wali Songo tidak menghapus total kebudayaan Jawa yang sebelumnya ada. Wayang kulit misalnya. Pertunjukkan tersebut tetap digelar. Hanya saja pagelarannya diubah dari segi jalan cerita agar terkandung banyak hikmah dan ditambah syair dari tembang macapat.

  1. Masa Kolonial

Penemuan kembali Candi Borobudur, aneka prasasti Jawa Kuno terjadi saat masa kolonial. Penduduk Jawa selain dijajah dari segi fisik juga harus bisa beradaptasi dengan kebudayaan barat.

Salah satunya adalah dari segi makanan. Saat masa kolonial, beberapa makanan baru tercipta. Misalnya bistik. Makanan satu ini tercipta atas inspirasi dari penjajah yang terbiasa makan daging. Akhirnya sampai sekarang bistik juga masuk ke dalam makanan tradisional Jawa.

Perkembangan Bahasa Jawa

Bahasa masuk ke dalam lingkup budaya. Tak terkecuali bahasa Jawa. Selama waktu ke waktu, perkembangan bahasa Jawa mulai dari penutur hingga penulisannya mengalami pergeseran. Ini dia ulasannya.

  1. Berasal dari Austronesia

Asal mula Bahasa Jawa adalah dari nenek moyang suku satu ini yakni Austronesia. Setelah berkembangnya peradaban, banyak kata serapan dari bahasa lain. Serapan kata ini juga makin membuat kosakata bahasa Jawa kian banyak. Bahasa Sansekerta paling banyak diserap dan ditemukan dalam berbagai karya sastra.

Bahasa Jawa digunakan oleh orang Jawa sebagai percakapan sehari-hari. Seiring modernisasi, banyak yang hanya menggunakan bahasa satu ini dengan campuran bahasa Indonesia.

  1. Aktif Ditulis dalam Aksara Jawa

Abad ke-15 sampai ke-20 Masehi, bahasa Jawa aktif ditulis menggunakan aksara Jawa. Penulisan tersebut paling gencar pada karya sastra dan kehidupan sehari-hari. Hingga arus kolonial dan moderniasi nasionalis membuat penulisan aksara Jawa beralih ke aksara latin. Bahkan sampai sekarang, bahasa Jawa ditulis total dalam aksara latin.

Nah itu dia sejumlah ulasan tentang sejarah kebudayaan Jawa yang bisa dilihat dari masa ke masa. Adanya pengaruh budaya luar membuat perkembangan budaya Jawa semakin meluas dan beragam. Hal ini bisa diambil hikmah bahwa sebuah kebudayaan sifatnya dinamis, mengikuti arus kehidupan.